D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

customer-satisfaction

[wpfilebase tag=file id=113 tpl=filebrowser /]

[ngg src=”galleries” ids=”20″ display=”basic_slideshow”]I. LATAR BELAKANG:

Kesadaran masyarakat global mengenai Kesehatan  dan Keselamatan Kerja  dewasa ini terus meningkat, karena semakin banyak  kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja di temukan di kalangan pekerja. Untuk Indonesia angka kecelakaan kerja di sektor industri pada tahun 2013 tercatat sebanyak 129.053 kasus, sedangkan  di Jepang pada tahun yang sama   hanya  tercatat sebanyak 2.462 kasus.

Angka penyakit akibat kerja  di Indonesia juga meningkat tajam. Tercatat pada tahun 2013, karena penyakit akibat kerja, rata-rata setiap pekerja kehilangan 1,4 hari kerja perbulan. Diperkirakan, nilai kerugian karena kecelakaan dan kesehatan kerja tersebut adalah sebesar   Rp. 4,61 triliun untuk setiap tahun, atau sekitar 7% GNP. Artinya dalam skala industri, kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan,  menimbulkan kerugian di kalangan industri sebesar 7% dari biaya produksi.

Menurut ILO, daya saing suatu negara (Competitive Influence) berkaitan dengan angka kecelakaan kerja. Semakin tinggi angka kecelakaan kerja semakin rendah daya saing yang dimiliki. Pada saat ini,  nilai daya saing tertinggi adalah 6, yang dipegang oleh negara Finlandia, karena angka kecelakaan kerja fatal yang terjadi di negara tersebut  kurang dari 1 orang per 100.000 pekerja. Sedangkan Indonesia,  dengan angka kecelakaan kerja fatal yang sangat tinggi,  yakni sebanyak 19 kematian per 100.000 pekerja, atau sebanyak 92 orang pekerja meninggal setiap harinya, memperoleh nilai daya saing 3,5 yang menempatkan Indonesia berada pada urutan ke 2 dari bawah, diatas Mogaditsu yang menempati urutan terakhir. Angka daya saing Indonesia  pada saat ini memang masih jauh berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya.

Dalam satu dekade terakhir ini pemerintah telah mencanangkan upaya untuk meningkatkan  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) di seluruh Indonesia, yakni dalam rangka menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk itu pemerintah telah melaksanakan  berbagai program K3 seperti penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK-3), program Pencegahan dan Penanggulangan K3 (P2K-3) serta sertifikasi dan audit SMK-3. Hanya saja karena  jumlah industri yang besar, diperkirakan sekitar 251.000 industri serta jumlah tenaga kerja yang banyak, yakni sekitar 146.000.000, berbagai upaya tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal. Penyebab utama adalah karena jumlah tenaga profesional di bidang K3 yang mampu melaksanakan SMK-3,  P2K3 serta sertifikasi dan audit SMK3 dengan kualitas yang memadai serta  sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan, masih  sangat terbatas. Dari data yang ada,  tercatat jumlah tenaga profesional tersebut pada saat ini hanya sekitar 4.000 orang.

Selanjutnya 70% dari tenaga profesional K3 di Indonesia  berpendidikan sampai tingkat Diploma III. Menyadari bahwa masalah K3 makin lama makin kompleks, tersedianya tenaga professional berpendidikan hanya sampai tingkat diploma III, dinilai telah tidak memadai lagi. Sesuai dengan uu no. 1 tahun 1970 pasal 13 bahwa setiap 100 tenaga kerja diperusahaan harus ditangani oleh 1 orang tenaga profesional K-3. Untuk lebih mensukseskan pelaksanaan K3 ditanah air yang terkait dengan tersedianya tenaga professional, ada 2 (dua) hal yang harus dilakukan. Pertama meningkatkan jumlah tenaga professional K3 menjadi sekurang-kurangnya sekitar 10.000 orang. Kedua meningkatkan kualifikasi tenaga professional sekurang-kurangnya sekitar 10 %  dari jumlah seluruh tenaga professional, telah berpendidikan Sarjana Kesehatan

Karena kurangnya jumlah tenaga profesional K3 yang memiliki kompetensi tingkat Sarjana Sarjana Kesehatan,  tidak mengherankan jika pada saat ini banyak  perusahaan, terutama yang berskala besar, telah menggunakan tenaga asing dalam menyelenggarakan  program K-3. Terselenggaranya  program K3 di suatu perusahaan, pada saat ini memang  telah merupakan suatu kewajiban. Perusahaan yang tidak menyelenggarakan program K3, tidak akan dapat memasarkan produknya secara global. Hal ini sejalan dengan  konvensi ILO no 187/2006 tentang “Promotion frame work for  occupational safety and health”  yang mewajibkan semua negara melaksanakan SMK3 (implementasi k3 dan berbudaya k3.) dengan maksud penerapan SMK3 mampu mencegah, melindungi, mengatasi kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja (PAK), yang akan meningkatkan produktifitas industri. WTO juga menekankan bahwa aspek K3 merupakan persyaratan dalam bisnis global, hasil produksi suatu negara akan ditolak jika produk – produknya tidak memenuhi persyaratan K-3. Hasil produksi industri di Indonesia bagi yang tidak memiliki tenaga profesional bidang K3 tidak dapat diterima dipasaran internasional kecuali oleh negara-negara Singapura, Hongkong, Belanda, dan Jerman yang akan menerima dengan kesepakatan harga barang-barang tersebut dipotong sebesar rata-rata 35%. Sehingga kerugian negara akibat kebijakan tersebut sebesar 93 Triliun pertahun.

Untuk mengantisipasi masalah kelangkaan tenaga profesional K-3, terutama dengan latar belakang pendidikan tingkat Sarjana Kesehatan, maka Institut Kesehatan Helvetia yang secara khusus memusatkan kegiatannya pada pendidikan tenaga kesehatan, mengambil inisiatif untuk  sesegera mungkin membuka pendidikan tenaga profesional K3 tingkat Sarjana Terapan yang dimaksud.

Dengan estimasi Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja akan menghasilkan lulusan dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebanyak 30 orang setiap tahunnya dan akan terus bertambah, seiring peminatan dan sosialisasi akan besarnya kebutuhan akan tenaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia umumnya dan Kota Medan  khususnya.

Institut Kesehatan Helvetia membuka Program studi D4 Kkeelamatan dan Kesehatan Kerja jalur SMA dan D3.

II. VISI:
Menjadi Program Studi yang menghasilkan sarjana terapan keselamatan dan kesehatan kerja yang memiliki kompetensi unggul di bidang keselamatan dan kesehatan kerja industri yang bereputasi internasional pada tahun2025.

III. MISI:

Misi Prodi Sarjana Terapann K3 adalah :

  1. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang efektif guna menghasilkan lulusan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja industri yang unggul, berdaya saing dan mandiri.
  2. Melaksanakan penelitian yang mendukung pendidikan dan proses pembelajaran serta menghasilkan inovasi dan pengembangan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat industri dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
  4. Memperluas dan meningkatkan jejaring kerjasama dengan institusi dalam negeri dan luar negeri untuk meningkatkan kompetensi lulusan yang unggul di bidang keselamatan dan kesehatan kerja industri.

IV. PENDIDIKAN DAN KURIKULUM
Mahasiswa yang mengikuti Program Studi D4 K3  harus menyelesaikan mata kuliah sekitar 156 SKS untuk jalur SMA sederajat dengan lama kuliah 4 tahun (8 semester), dan  40 SKS untuk jalur asal D3 K3, dengan paket kurikulum 2 semester, dan lama studi 1 (satu) tahun setelah lulus dari D4/ S1 Kebidanan. Waktu perkuliahan dirancang hanya pada hari Jumat dan Sabtu per minggu dan didukung sistem perkuliahan berbasis Internet (E-Learning) sehingga memudahkan bagi mahasiswa yang berdomisili di luar daerah. Peserta yang berhasil menyelesaikan program pendidikan ini, berhak menyandang gelar Sarjana Teapan K3.

V. PERSYARATAN CALON MAHASISWA
1.1. Warga Negara Indonesia.
1.2. Dasar Pendidikan : Tamat SMA/MA/SMK jalur SMA Sederajat.
1.3. Tamat SMA/ SMU / SMK/ MA semua jurusan dan Paket C.
1.4. Tamat D-III  kesehatan untuk kelas extensi; akan iberikan matrikulasi gratis.
1.5. Membawa FC Ijazah / SKTL dan Transkrip, serta PKesehataas Photo 2×3,3×4,4×6 (4 lbr)

VI. PERINCIAN BIAYA JALUR SMA
1.1. Pendaftaran 300.000
1.2. Perlengkapan 500.000
1.3. Pengembangan akademik 1.500.000 (Gratis bagi alumni dan hanya 1x selama pendidikan)
1.4. SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) 3.000.000 per semester.
1.5. Kursus komputer dan English 500.000 per semester.
Note : tersedia beasiswa mencapai 100%.